Rabu, 25 Juni 2008

hasil penelitian kuantitatif

HASIL PENELITIAN KUANTITATIF

JUDUL
HUBUNGAN ANTARA PROFESIONALISME GURU DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA




PENELITI:
NURHASANAH NH
106011000143
ROBI’ATUL ADAWIYAH
106011000159


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
2008


KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan curahan kasih sayangnya kepada semua makhluknya,. Sholawat salam keharibaan proklamtor Islam Nabi besar Muhammad Saw sang kekasih Allah, hamba yang berakhlak mulia.
Laporan hasil penelitian ini kami susun untuk memenuhi tugas akhir semester dalam matakuliah metodologi penelitian. Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Dr. Dede Rosyada dan Bu Nuraida, semoga Allah Swt senantiasa melindungi keduanya dan menjadikan ilmunya bermanfaat dunia akhirat. Dan juga kami ucapkan rasa terima kasih kami kepada berbagai pihak yang telah membantu tersusunya laporan penelitian ini.
Semoga hasil penelitian yang kami lakukan dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia ini. Kami berharap saran dan kritik karena kami sadar masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Kami mohon maaf atas segala kekurangan yang ada, semoga hasil karya ini bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.
Jakarta, Juni 2008

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Sehubungan dengan peningkatan kualitas para pendidik, maka pemerintah di dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 menyatakan bahwa profesionalisme seorang pendidik harus mempunyai kriteria kompetensi yang 4, yaitu kompetensi peadagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Oleh karena itu, para pendidik kini dituntut untuk menjadi seorang pendidik yang profesional tak terkecuali para guru di sekolah Mts Nurul Qur’an.
Proses belajar dan motivasi belajar serta hasil belajar siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur, dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru merupakan orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Guru yang kompeten akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga motivasi belajar siswa berada pada tingkat optimal.
Namun, apakah guru di sekolah Mts Nurul Qur’an sudah dapat dikatakan profesional sehingga dapat mencapai harapan yang telah disebutkan di atas. Dari permasalahan tersebut, mendorong penulis untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dengan judul ”Hubungan profesionalisme guru dengan motivasi belajar siswa” di sekolah Mts Nurul Qur’an.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas. Muncul beberapa masalah:
Apakah guru di sekolah tersebut telah termasuk kategori guru profesional?
Sejauh manakah tingkat kompetensi yang dimiliki guru di sekolah tersebut?
Sejauh manakah tingkat motivasi belajar siswa yang dididik oleh guru di sekolah tersebut?
Adakah korelasi antara profesionalisme guru dengan motivasi belajar siswa?

Batasan Masalah
Dari pengidentifikasian masalah di atas, diambil satu masalah saja untuk diteliti yaitu adakah korelasi antara profesionalisme guru dengan motivasi belajar siswa?. Jadi, pembatasan masalah terletak pada:
a. Profesionalisme guru yaitu guru yang memiliki 4 kompetensi dasar beserta telah disertifikasi sesuai dengan yang termaktub dalam UUD no 14 Tahun 2005.
b. Motivasi belajar siswa adalah segala sesuatu yang merangsang siswa untuk belajar, baik rangsangan itu dari dalam diri siswa itu sendirimaupun rangsangan dari luar siswa.

Pengajuan Hipotesis
Ho= tidak terdapat hubungan yang signifikan antara profesionalisme guru dengan motivasi belajar siswa
Ha= terdapat hubungan signifikan antara profesionalisme guru dengan motivasi belajar siswa
”Jika para guru itu profesional maka motivasi belajar siswa akan meningkat”

Metode pembahasan
Metode yang digunakan dalam pembahasan ini yaitu metode deskriptif dan analisis induktif yaitu metode penelitian yang menggambarkan data, menganalisis dan menyimpulkan secara keseluruhan. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Studi Kepustakaan, yaitu penulis mengkaji literaturyang berkaitan dengan pokok masalah.
Penelitian lapangan, yaitu peneliti melakukan penyebaran angket kepada sampel yang terpilih.

Tujuan penelitian
Untuk mengetahui adakah hubungan antara profesionalime guru dengan motivasi belajar siswa.
Untuk mendata apakah guru telah berkriteria profesional
Membantu memecahkan masalah pendidikan yang ada

Kegunaan Penelitian
Bagi pihak sekolah, khususnya agar dapat meningkatkan kualitas kompetensi para guru agar guru dapat mengoptimalkan kemampuannya.
Bagi guru, agar mereka mengetahui keadaan motivasi belajar siswa yang diajarnya.
Bagi penulis, untuk menambah wawasan kependidikan.
Bagi pembaca, untuk memberikan gambaran pentingnya keprofesionalan guru dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa.

Sistematika penulisan
Penulisan laporan hasil penelitian ini terdiri dari,:
Bab I Pendahuluan
Bab II Metodologi Penelitian
Bab III Hasil Penelitian
Bab IV Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran


BAB II
METODOLOGI PENELITIAN


A. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:
Untuk mengetahui adakah hubungan antara profesionalime guru dengan motivasi belajar siswa.
Untuk mendata apakah guru telah berkriteria profesional
Membantu memecahkan masalah pendidikan yang ada
B. Tempat dan waktu penelitian
Tempat penelitian
Kami melaksanakan penelitian di sekolah MTS Nurul Qur’an, Jakarta Barat.
Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada hari Kamis, 19 Juni 2008.

C. Variabel Penelitian
Ada dua variabel yang hendak diteliti, yaitu Profesionalisme guru sebagai variabel bebas (X), dan motivasi belajar siswa sebagai variabel terikat (Y),

D. Populasi dan teknik pengambilan sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi target adalah seluruh guru di sekolah Mts Nurul Qur’an sedangkan populasi terjangkaunya adalah guru yang telah bergelar S1, yang berjumlah 20 orang. Yang kemudian dijadikan sampel penuh untuk menjawab angket variabel profesionalisme guru. Dengan demikian, tehnik yang digunakan adalah sensus.
Sedangkan untuk populasi kedua, untuk variabel motivasi belajar yaitu seluruh siswa sekolah Mts Nurul Qur’an. Populasi target adalah siswa kelas II Mts . Pengambilan sampel dilakukan secara acak (dikocok). Didapatkan siswa sebanyak 20 orang.
E. Teknik pengumpulan data
Penulis menggunakan teknik penyebaran angket yang berisikan beberapa pertanyaan kepada subjek yang menjadi responden.
F. Instrument penelitian
instrument yang digunakan adalah angket berupa pertanyaan menyangkut aspek profesionalisme guru dan motivasi belajar siswa.
G. Uji Coba Instrument
Sebelum memasuki penelitian yang sebenarnya, dilakukan uji coba terhadap instrument yang telah dibuat untuk mengetahui validitas dan reabilitasnya.

BAB III
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi data
Responden untuk variabel X dan Y, masing-masing berjumlah 20 orang. kemudian dari 20 pertanyaan yang diuji cobakan , untuk variabel X hanya 10 pertanyaan yang valid, yaitu butir ke-1,2,3,6,7,11,13,14,16 dan 18. sedangkan untuk variabel Y, dari 22 pertanyaa yang diuji cobakan, hanya 10 pertanyaan yang valid yaitu butir ke-1,2,4,5,8,11,12,13,14,15,dan 22.

B. Analisis data
untuk menghitung korelasi antara variabel X dengan variabel Y, kami menggunakan rumus korelasi product moment
Rxy = N (∑ XY) - (∑ X) (∑ Y)
√ { N ∑ X2 - ( ∑ X)2 } { N ∑ Y2 - ( ∑ Y)2 }
ket:
Rxy = angka indeks korelasi ”R” product moment
N = number of clases
∑ XY = jumlah hasil perkalian antara skor x dan skor y
∑ X = jumlah seluruh skor x
∑ Y = jumlah seluruh skor y

Rxy = N (∑ XY) - (∑ X) (∑ Y)
√ { N ∑ X2 - ( ∑ X)2 } { N ∑ Y2 - ( ∑ Y)2 }
= (20) (16532) - (580) (570)
√ { 20 x 16826 - (336400) } { 20 x 16254 - (324900)
= 40
√ 120x180
= 40
146969
=. 0.272166

C. Pembahasan dan interpretasi data
U
ntuk menginterpretasikan data yang telah diperoleh dari hasil perhitungan, maka terlebih dahulu harus diketahui derajat bebas (db). adapun rumus untuk mendapatkan harga derajat bebasnya (db) = N – nr.
ket:
db = derajat bebas db = 20 – 2
N = Jumlah responden = 18
nr = jumlah variabel
harga Rt pada product moment untuk signifikant 5% adalah 0,444.
lalu, dari perhitungan Rxy diketahui sebesar =0,272166. Jadi, Rxy < Rt maka diketahui hubungan antara profesinalisme guru dengan motivasi belajar siswa rendah.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang kami lakukan bahwa hubungan antara profesionalisme guru dengan motivasi siswa di sekolah Mts Nurul Qur’an tergolong rendah, mungkin motivasi siswa di sana dipengaruhi oleh faktor lain.

B. Saran
Peneliti berharap meskipun hubungannya rendah, para guru di Mts Nurul Qur’an dapat meningkat secara optimal kompetensi mereka dalam proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran di sekolah tersebut.

Daftar Pustaka

Yamin, Martinis DRs.H. ”Profesionalisme Guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Gaung Persada Press. Ciputat : 2006
Nuraida, ”Diktat Metodologi Penelitian”, Aulia Publishing House. Ciputat: 2008




penelitian kualitatif

MODUL PLAN
Part 1
Sub Kompeten si Standar
Indikator
Materi Standar
Metode Perkuliahan
Aktivitas Kegiatan

A. Mampu menjelaskan penelitian kualitatif.
1. Mahasiswa dapat menjelaskan penelitian kualitatif beserta sejarahnya.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cirri-ciri penelitian kualitatif.
3. Mahasiswa mengetahui macam-macam pendekatan kualitatif.
4. Mahasiswa mengetahui paradigma penelitian kualitatif dan bisa membedakan paradigma penelitian kualitatif dengan kuantitatif.
5. Mahasiswa mengetahui langkah-langkah dalam penelitian kualitatif
6. Mahasiswa mengetahui tehinik pengumpulan data kualitatif
7. Mahasiswa dapat membedakan mapping, transect, dan field notes.
8. Mahasiswa dapat menganalisis data kualitatif
1. Pengertian penelitian kualitatif dan sejarahnya.
2. Cirri-ciri penelitian kualitatif.
3. Macam-macam pendekatan kualitatif
4. Paradigma penelitian kualitatif
5. Langkah-langkah penelitian kualitatif
6. Tehnik pengumpulan data kualitatif
7. Mapping, transect, dan field notes
8. Analisis data kualitatif
1. Ceramah singkat
2. Diskusi
3. Presentasi Siswa
4. Praktek
· Dosen membuka kelas dengan membaca doa
· Dosen bercerita yang berkaitan dengan penelitian kualitatif.
· Mahasiswa mempresentasikan makalahnya
· Diskusi kelas
· Dosen dan mahasiswa membuat kesimpulan
· Dosen mengakhiri perkuliahan dengan memberikan tugas untuk minggu depan dan memberikan motivasi agar mempraktekkan ilmu yang telah diberikan
· Dosen memberikan motivasi agar siswa rajin kuliah minggu depan.

A. Metode Kualitatif
1. Pengertian Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial/budaya. Jenis penelitian ini berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) ke dalam sosiologi.[1] Istilah penelitian kualitatif disebut sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan lainnya. Contoh penelitian tentang kehidupan, riwayat dan perilaku seseorang, tentang peranan organisasi atau hubungan timbal-balik. Sebagian datanya dapat dihitung sebagaimana data sensus, namun analisisnya bersifat kualitatif.

Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui. Metode ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui. Metode kualitatif dapat juga memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.[2]
Bagaiman Sejarah Penelitian Kualitatif?
Data Kualitatif adalah Jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya atau Data tidak berbentuk angka, lebih banyak berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar, foto).


Pada abad ke-17 orang masih berpandangan bahwa apa yang terjadi bersifat alamiyah. Peneliti meneliti secara pasif, dengan tidak sengaja memanipulasi lingkungan dan tidak mengadakan eksperimen-eksperimen sehingga timbul metode ilmiyah (scientific method). Masa itu disebut sebagai masa positivisme.
Sekitar tahun 1950-an dan 1960-an beberapa pakar penelitian mulai meragukan penelitian positivisme dalam ilmu social. Gerakan yang mengkritik pendekatan positivisme ini selanjutnya disebut sebagai Post-Positivisme. Oleh karena penelitian ini dilakukan dalam situasi wajar, maka metodenya disebut sebagai metode naturalistic. Disamping itu metode ini dalam pengumpulan datanya bersifat pada hakikatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya dan berinteraksi dengan mereka.[3]

2. Ciri-Ciri Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif memiliki ciri atau karakteristik yang membedakan dengan penelitian jenis lainnya. Dari hasil penelaahan pustaka yang dilakukan Moleong atas hasil dari mensintesakan pendapatnya Bogdan dan Biklen (1982:27-30) dengan Lincoln dan Guba (1985 :39-44) ada sebelas ciri penelitian kualitatif, yaitu:[4]
1. Penelitian kualitatif menggunakan latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (enity).
2. Penelitian kualitatif intrumennya adalah manusia, baik peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain.
3. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif.
4. Penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif.
5. Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori subtantif yang berasal dari data.
6. Penelitian kualitatif mengumpulkan data deskriptif (kata-kata, gambar) bukan angka-angka.
7. Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses dari pada hasil.
8. Penelitian kualitatif menghendaki adanya batas dalam penelitian nya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam peneltian.
9. Penelitian kualitatif meredefinisikan validitas, realibilitas, dan objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan yang lazim digunakan dalam penelitian klasik.
10. Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan (bersifat sementara).
11. Penelitian kualitatif menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sumber data.

3. Pendekatan Kualitatif
Menurut Meltzer, Petras dan Raynold (dikutip Bogdan dan Biklen 1982) semua peneliti aliran kualitatif mencerminkan perspektif fenomenologis. Fenomenologis ini bermacam-macam namun yang paling banyak dipakai ada 4 macam, yaitu:[5]
1) Pendekatan Fenomenologis. Peneliti yang menggunakan pendekatan ini berusaha untuk memahami makna peristiwa serta interaksi pada orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Subyek penyelidikannya agar dapat memahami bagaimana dan apa makna yang disusun subyek tersebut di sekitar kejadian dalam kehidupan kesehariannya. Tehnik pengumpul data yang digunakan adalah observasi.
2) Pendekatan Etnografis. Pendekatan ini sering digunakan dalam penelitian antropologi dan dapat menggambarkan budaya masyarakat secara holistic. Teori ini menghendaki pengamatan terlibat.
3) Interaksi Simbolis. Hal yang mendasar dari pendekatan ini adalah asumsi yang mengatakan bahwa pengalaman manusia itu diperoleh dengan perantara interpretasi. Benda, objek, orang, situasi dan kejadian tidak akan memiliki maknanya sendiri tanpa diberikan pemaknaan kepada hal-hal tersebut. Makna yang diberikan orang kepada pengalamannya dan proses interpretasi merupakan hal yang esensial dan konstitusif.
4) Etnometologi. Teori ini digunakan ketika peneliti hendak mengetahui bagaimana cara masyarakat melakukan perbuatan untuk memenuhi kebutuhan atau rutinitas aktifitas social mereka. Teori ini merupakan derivasi dari teori fenomenologi sehingga menuntut peneliti tidak saja terlibat tetapi turut juga melakukan. Entometodologi tidak diartikan sebagai metode yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data, melainkan menunjukkan pada materi pokok yang akan diteliti. Etnometodologi berarti studi tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupan mereka sehari-hari.

Sedangkan dalam Creswell (1994) disebutkan empat jenis penelitian dalam pendekatan kualitatif, yaitu:
1) Etnografi : dalam penelitian ini yang dipelajari adalah kelompok budaya dalam konteks natural selama periode tertentu, dengan tujuan untuk mengetahui budaya kelompok tersebut.
2) Grounded Theory : yang diupayakan dalam penelitian ini adalah menyimpulkan suatu teori dengan menggunakan tahap-tahap pengumpulan data dan saling menghubungkan antara kategori informasi. Karateristik dari jenis ini adalah pembandingan antar data dari berbagai kategori dan penggunaan sampel yang berbeda dari kelompok populasi untuk memaksimalkan persamaan dan perbedaannya.
3) Studi Kasus : yang digali adalah entitas tunggal atau fenomena (“kasus”) dari suatu masa tertentu dan aktivitas (bisa berupa program, kejadian, proses, institusi atau kelompok sosial), serta mengumpulkan detil informasi dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama kasus itu terjadi.
4) Studi Fenomenologi : dalam penelitian ini yang diteliti adalah pengalaman manusia melalui deskripsi dari orang yang menjadi partisipan penelitian, sehingga peneliti dapat memahami pengalaman hidup partisipan.
4. Paradigma Penelitian Kualitatif
Paradigma yang digunakan oleh penelitian kualitatif adalah paradigma fenomenologis karena paradigma kualitatif berpandangan bahwa fenomena sosial, budaya dan tingkah laku manusia tidak cukup dengan merekam hal-hal yang tampak secara nyata, melainkan juga harus mencermati secara keseluruhan dalam totalitas konteksnya. Sebab tingkah laku (sebagai fakta) tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan begitu saja dari setiap konteks yang melatarbelakanginya, serta tidak dapat disederhanakan ke dalam hukum-hukum tunggal yang deterministik dan bebas konteks.[6]

Perbedaan Paradigma Penelitian Kuantitatif dengan Penelitian Kualitatif[7]
Paradigma Kuantitatif
Paradigma Kualitatif
1. Cenderung menggunakan metode kuantitatif, dalam pengumpulan dan analisa data, termasuk dalam penarikan sampel.
1. Cenderung menggunakan metode kualitatif, baik dalam pengumpulan maupun dalam proses analisisnya.
2. Lebih menenkankan pada proses berpikir positivisme-logis, yaitu suatu cara berpikir yang ingin menemukan fakta atau sebab dari sesuatu kejadian dengan mengesampingkan keadaan subyektif dari individu di dalamnya.
2. Lebih mementingkan penghayat-an dan pengertian dalam menangkap gejala (fenomenologis).
3. Peneliti cenderung ingin menegakkan obyektifitas yang tinggi, sehingga dalam pendekatannya menggunakan pengaturan-pengaturan secara ketat (obstrusive) dan berusaha mengendalikan stuasi (controlled).
3. Pendekatannya wajar, dengan menggunakan pengamatan yang bebas (tanpa pengaturan yang ketat).


4. Peneliti berusaha menjaga jarak dari situasi yang diteliti, sehingga peneliti tetap berposisi sebagai orang “luar” dari obyek penelitiannya.

4. Lebih mendekatkan diri pada situasi dan kondisi yang ada pada sumber data, dengan berusaha menempatkan diri serta berpikir dari sudut pandang “orang dalam”.
5. Bertujuan untuk menguji suatu teori/pendapat untuk mendapatkan kesimpulan umum (generasilisasi) dari sampel yang ditetapkan.

5. Bertujuan untuk menemukan teori dari lapangan secara deskriptif dengan menggunakan metode berpikir induktif. Jadi bukan untuk menguji teori atau hipotesis.
6. Berorientasi pada hasil, yang berarti juga kegiatan pengumpulan data lebih dipercayakan pada intrumen (termasuk pengumpul data lapangan).


6. Berorientasi pada proses, dengan mengandalkan diri peneliti sebagai instrumen utama. Hal ini dinilai cukup penting karena dalam proses itu sendiri dapat sekaligus terjadi kegiatan analisis, dan pengambilan keputusan.
7. Keriteria data/informasi lebih ditekankan pada segi realibilitas dan biasanya cenderung mengambil data konkrit (hard fact).

7. Keriteria data/informasi lebih menekankan pada segi validitasnya, yang tidak saja mencakup fakta konkrit saja melainkan juga informasi simbolik atau abstrak.
8. Walaupun data diambil dari wakil populasi (sampel), namun selalu ditekankan pada pembuatan generalisasi.

8. Ruang lingkup penelitian lebih dibatasi pada kasus-kasus singular, sehingga tekannya bukan pada segi generalisasinya melainkan pada segi otensitasnya.
9. Fokus yang diteliti sangat spesifik (particularistik) berupa variabel-variabel tertentu saja. Jadi tidak bersifat holistik.
9. Fokus penelitian bersifat holistik,meliputi aspek yang cukup luas (tidak dibatasi pada variabel tertentu).

B. Prosedur Penelitian Kualitatif
1. Langkah-Langkah Penelitian Kualitatif
Langkah-langkah dalam penelitian kualitatif, yaitu:[8]
1) Merumuskan masalah. Dalam hal ini yang diutamakan pada masalah penelitian yang disebut sebagai focus penelitian. Masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antar dua factor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan.
Aspek yang dipertimbangkan dalam memilih masalah, yaitu:
- Baru dan menarik
- Kesesuaian dengan kemampuan
- Pertimbangkan resiko dan waktu
- Sukar tidaknya pemanfaatan data000
- Dan lain-lain
Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan masalah, yaitu:
- Jangan terlalu luas
- Jangan terlalu sempit
- Mengandung batasan yang jelas
- Tidak mengandung unsure subyektif, emosi dan prasangka
Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam mengelola masalah, yaitu:
- Analisis
- Pembatasan
- Posisi masalah di antara masalah (penelitian) sebelumnya
- Signifikasi
2) Studi Literatur
Menyusun kerangka berfikir mempertajam focus mendesain proposal menentukan metode pengumpulan data menentukan metoda analisis
3) Lokasi Studi yaitu Menentukan Tempat dan Populasi penelitian
2. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Lofland (1984:47) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan itu, jenis datanya dibagi dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistic, yaitu:[9]
1) Kata-kata dan tindakan
Pencatatan sumber data utama melalui wawancara merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya. Manakah di antara ketiga kegiatan yang dominan?, jelas akan bervariasi dari satu waktu ke waktu yang lain. Misalnya peneliti merupakan pengamat tak diketahui umum, jelas bahwa melihat dan mendengar merupakan alat utama, sedangkan jika bertanya akan terbatas.
Situasi-situasi tertentu di lapangan sering memperhadapkan peneliti sehingga ia berusaha pula mencari data tambahan lainnya seperti sumber tertulis dan sebagainya.
2) Sumber tertulis
Sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiyah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi.
3) Foto
Sekarang ini foto sudah benyak digunakan untuk penelitian kualitatif karena dapat dipakai dalam berbagai keperluan. Foto dapat menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering untuk menelaah segi-segi subyektif dan hasilnya sering dianalisis secara induktif.
4) Statistik
Statistic dapat membantu memberi gambaran tentang kecendrungan subyek pada latar penelitian. Mempelajari statistic dapat membantu peneliti memahami persepsi subyeknya.

Sedangkan tehnik pengumpulan data menurut Dr. Endang R. Sedyaningsih-Mamahit, DR.PH, yaitu:[10]
1) Observasi partisipatori
Tujuannya yaitu: - memahami pola, norma dan perilaku. - peneliti belajar dari responden
2) Wawancara mendalam
Yang harus dilakukan adalah:
• Studi pendahuluan sangat bermanfaat
• Topik “pemanasan”
• Topik spesifik
• Pertanyaan penutup
3) Pengumpulan dokumen
Pengumpulan catatan / dokumen yang relevan . Tujuannya adalah :
• Membantu memahami fenomena
• Membantu membuat interpretasi
• Membantu menyusun teori
• Membantu validasi data
4) Diskusi Kelompok Terarah
Diskusi dengan karekteristik:
• Kelompok kecil (8 – 12 orang)
• Homogen (sex, umur, sos-ek, pendidikan, dll)
• Diskusi bebas-spontan, fokus tertentu
• Dipimpin fasilitator
• Dibantu beberapa asisten

C. Mapping, Transect, dan Field Notes
1) Mapping (Pemetaan)
Secara bahasa kata “mapping” merupakan gerund dari kata map yang berarti “peta”. Dalam bahasa Indonesia, mapping berarti “pemetaan” yang mengandung arti proses melakukan membuat peta pada suatu kelompok atau unit analisis tertentu. Dalam istilah penelitian ilmu social, mapping berarti metode visual yang dilakukan pada suatu kelompok tertentu untuk memperoleh gambaran berbagai topic, seperti peta desa, peta lokasi dan sebagainya.
Fungsi mapping (pemetaan) antara lain: 1. Mempermudah mengidentifikasi permasalahan penelitian. 2. Memperjelas gambaran penelitian yang ada di lapangan. 3. Membentu dalam menetapkan kebijakan dan agenda aksi yang akan dilakukan oleh peneliti.[11]

2) Transect (Transeksi)
Kata transect berasal dari dua kata: trans yang berarti “antar” dan sect yang berasal dari kata section yang berarti “bagian”. Dengan demikian, transect berarti antar bagian. Dalam istilah penelitian social, transect berarti metode visual yang memberikan informasi lebih rinci dan merupakan bagian dari mapping. Bisa diartikan juga transeksi adalah rincian dari bagian tertentu dari pemetaan yang dianggap perlu dan relevan bagi keperluan penelitian.
Fungsi transeksi antara lain; 1. Membuat bagian spesifik dari pemetaan. 2. Membantu mempermudah mengidentifikasi topic yang akan diteliti. 3. Mempercepat pemahaman terhadap situasi dan kondisi yang ada di lapangan

3) Field Notes (Catatan Lapangan)
Setelah peneliti selesai membuat pemetaan dan transeksi, langkah berikutnya adalah membuat “catatan lapangan”. Perlu diketahui bahwa pemetaan, transeksi dan catatan lapangan adalah serangkaian kerja observasi. Catatan lapangan dilakukan sejak penelititerjun melakukan observasi untuk memperoleh gambaran lokasi penelitian di lapangan yang dihimpun dalam gambaran visual berupa pemetaan dan transeksi.
Langkah-langkah yang perlu disiapkan dalam catatan lapangan, yaitu:
(1). Persiapkan alat tulis, kertas buram, spidol warna dan alat kerja lainnya.
(2). Memberi tanda khusus pada topic yang akan dibahas
(3). Mencatat beberapa topic penting
(4). Membuat generalisasi dan evaluasi terhadap topic yang diteliti

Bagaimana Analisis Data Kualitatif?


Analisis data merupakan upaya mencari dan menata data secara sistematis untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.
Proses analisis data dalam penelitian kualitatif, yaitu:
· Dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Catatan dibedakan menjadi dua, yaitu yang deskriptif dan yang reflektif (Noeng Muhadjir.2000: 139). Catatan deskriptif lebih menyajikan kejadian daripada ringkasan. Catatan reflektif lebih mengetengahkan kerangka pikiran, ide dan perhatian dari peneliti. Lebih menampilkan komentar peneliti terhadap fenomena yang dihadapi.
· Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya.
·
Permasalahan Penelitian KualitatifLangkah selanjutnya adalah menyusun dalam satuan-satuan dan kategorisasi dan langkah terakhir adalah menafsirkan dan atau memberikan makna terhadap data.[12]







Penggunaan penelitian kualitatif sebagai studi ilmiyah pada ilmu-ilmu social di kalangan peneliti ilmu-ilmu social masih diperdenatkan. Perbedaan itu juga disebabkan oleh beberapa permasalahan. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah:[13]

1. Apakah metode kualitatif itu ilmiyah?
Pertanyaan ini bisa muncul karena disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: - penelitian kualitatif berawal dari dasar yang sifatnya induktif. - bahwa hipotesis, biasanya diterapkan secara teori. – hasil penemuan tidak dapat digeneralisasikan.
Penelitian pada dasarnya berupaya untuk menemukan teori-teori ilmiyah. Namun, dalam perkembangan penelitian tidak selalu ditujukan untuk menemukan teori-teori ilmiyah. Hipotesis penelitian kualitatif dirumuskan bersamaan pada saat data dirumuskan.

2. Dapatkah pendekatan kualitatif dan kuantitatif digunakan secara bersama?
Sering terjadi suatu masalah diteliti melalui dua pendekatan yaitu pendekatan dengan menggunakan pengamatan dan wawancara yang mendalam, disamping pendekatan melalui pengukuran kuantitatif. Kemungkinan yang akan terjadi dalam penggunaan dua pendekatan itu adalah sebagai berikut:
a. Penelitian menggunakan dua pendekatan (kualitatif dan kuantitatif) dengan pendekatan kualitatif sebagai pegangan utamanya.
b. Penelitian menggunakan dua pendekatan (kualitatif dan kuantitatif) dengan pendekatan kuantitatif sebagai pegangan utamanya.
c. Penelitian menggunakan dua pendekatan (kualitatif dan kuantitatif) secara bersamaan dan sederajat, namun hal ini sulit dilakukan karena orientasinya berbeda.

3. Apakah keadaan peneliti mengubah perilaku subyek yang diteliti?
Keadaan peneliti baik kuantitatif maupun kualitatif dapat mengubah suasana perilaku subyek. Para peneliti kualitatif berusaha menghindari perubahan dan pengaruh subyek peneliti. Peneliti kualitatif berusaha berinteraktif dengan subyek penelitiannya secara alamiyah dan tidak memaksa. Penelitian kualitatif bermaksud menyelidiki orang-orang dalam latar alamiyah tentang bagaimana mereka berfikir dan bertindak dalam kadar sewajarnya. Oleh karena itu, dalam mengadakan wawancara dilakukan dengan cara informal dengan menjalin “rapport” sehingga tanpa disadari oleh subyek bahwa ia sedang diwawancarai.





















[1] http://www.ligatama.org/metode/paradigma.htm
[2] Anselm Strauss & Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Pustaka Pelajar. 2003. Cet ke-1.
[3] Nuraida. Diktat Metodologi Penelitian. Aulia Publishing House. Ciputat:2008. Cet ke-1 hal 108-109
[4] http://islamkuno.com/2008/01/16/metodologi-penelitian-kualitatif
[5] Nuraida. Opcit. Hal 112-114
[6] http://islamkuno.com/2008/01/16/metodologi-penelitian-kualitatif
[7] http://www.ligatama.org/metode/paradigma.htm
[8] http://www.litbang.depkes.go.id/download/METOLIT/Studi.ppt#8
[9] Dr. lexy J.Moleong, M. A. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya:Bandung. 2004. Hal 112-116
[10] http://www.litbang.depkes.go.id/download/METOLIT/Studi.ppt#8

[11] Nuraida. Opcit. Hal 127-130
[12] http://www.umpwr.ac.id/publikaso/13/analisis-kualitatif-dalam-penelitian-sosial.
[13] Drs. S. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta:2004. Cet ke-4 hal 50-51

Selasa, 24 Juni 2008

TAFSIR SURAT QAF

ASPEK PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG PADA RUKUN IMAN PADA KEHIDUPAN AKHIRAT

(TAFSIR SURAT QAF AYAT 19-23, AL-A’LA AYAT 14-17, DAN AL-HADID AYAT 20)

A. TAFISR SURAT QAF AYAT 19-23
Di dalam tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa ayat-ayat tersebut dikelompokkan bersamaan dalam ayat 16, 17, dan 18 surat Qaf yang menginformasikan bahwa Tuhan mengetahui sesuatu yang bergetar dan tergores dalam hati manusia, dan Tuhan secara rohaniah lebih dekat dengan manusia daripada urat lehernya. Pada ayat tersebut juga dijelaskan bahwa setiap amal perbuatan manusia senantiasa dicatat dua malaikat yang berada di sebelah kanan dan di sebelah kiri.
Dari pengelompokkan tersebut dapat diketahui bahwa ayat 19 hingga 23 surat Qaf tersebut berhubungan dengan pembicaraan di sekitar niat, ucapan dan amal perbuatan manusia yang selalu dipantau oleh Allah melalui malaikat-Nya. Hasil pemantauan tersebut selanjutnya dapat diketahui secara obyektif di akhirat nanti.
Al-Maraghi lebih lanjut mengatakan bahwa ayat yang berbunyi:
AYAT Maksudnya bahwa sakaratul maut yang pada umumnya manusia berusaha keras menghindarinya kini datang juga tanpa dapat dihindari lagi.
Hal demikian sejalan dengan pendapat Ibn Katsir yang mengatakan bahwa ayat dengan ayat tersebut Allah mengingatkan kepada manusia bahwa sakaratul maut itu akan datang dengan pasti, sehingga tidak ada keraguan dan kebimbangan sedikitpun. Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan bahwa ketika maut datang menjemput Rasulullah SAW, beliau mengusap keringat dari wajahnya dan berkata; “subhanallah inna lil mauti lasakaratun”Mahasuci Allah, sesungguhnya sakaratul maut itu ada pada setiap orang yang akan meninggal.
Selanjutnya ayat yang berbunyi AYAT maksudnya adalah bahwa pada saat sangkakala ditiup pada tiupan yang pertama, maka itulah masa yang keadaannya amat dahsyat, yaitu saat di mana Allah menjanjikan balasan siksa bagi orang-orang yang ingkar kepada Allah.
Kemudian ayat yang berbunyi AYAT maksudnya adalah bahwa pada saat manusia datang menghadap Tuhannya disertai malaikat yang mengiringi (Saiq), dan malaikat yang menjadi saksi (syahid). Malaikat ini memberi kesaksian terhadap amal perbuatan yang dilakukan manusia selama masa hidupnya di dunia.
Adapun ayat AYAT menginformasikan bahwa adanya malaikat yang mencatat amal perbuatan manusia, kematian yang akan menjemputnya dan kehidupan akhirat yang akan dijalaninya sering dilupakan. Hal-hal yang dilupakan semasa hidup di dunia ini, pada saat itu tampak jelas terlihat dan disaksikan oleh mata kepalanya sendiri, dan kelupaan tersebut kini sudah tersingkap. Di hari akhirat nanti tidak ada lagi hal-hal yang dapat dilupakan.Hal ini disebabkan karena sifat lupa itu merupakan watak dari jasmani atau fisik.

B. TAFSIR SURAT AL-A’LA AYAT 14-17
AYAT
Di dalam tafsir al-maraghi dijelaskan sebagai berikut aflaha artinya beruntung dan selamat dari siksaan di akhirat; tadzakka artinya bersih dari kotoran dosa yang disebabkan menentang kebenaran dan keras hati. Wadzakara asma rabbih artinya menyebutkan sifat-sifat Allah dalam hati, seperti tentang keagungan dan kehebatan-Nya. Sedangkan fa shalla artinya merendahkan dan menundukan dirinya terhadap segala perintah Allah.
Jiwa yang bersih sebagaiman disebutkan pada ayat tersebut dapat dilakukan dengan keimanan kepada Allah serta menolak kenusyrikan, serta membenarkan terhadap segala yang dibawa oleh Rasulullah SAW disertai amal salih. Sedangkan menyebut nama Allah lalu mengerjakan shalat, maksudnya adalah menghadirkan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan Allah di dalam hati sanubari, kemudian patuh dan tunduk terhadap keagungan dan kehebatannya. Seseorang yang menyebut nama Tuhan-nya dan mengagungkannya di dalam hati, serta takut dari ancamannya kemudian jiwanya penuh dengan rasa takut adalah termasuk orang yang imannya kokoh. Selanjutnya orang yang selalu benar terhadap apa yang dilakukannya, niscaya ia akan mengutamakan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia. Hal yang demikian sejalan dengan pendapat akal yang sehat dan petunjak syara`.
Diketahui bahwa kehidupan akhirat bersifat kekal dan kenikmatannya tidak akan pernah sirna, tidak ada kekurangan dan cacat, sedangkan kehidupan duniawi akan sirna, terkena oleh kerusakan. Barangsiapa yang yang lebih mendahulukan kehidupan duniawi, dan mencintai perhiasan duniawi, berarti orang tersebut tidak membenarkan adanya kehidupan akhirat, atau keimanan orang tersebut tidak dapat melewati ucapannya, dan tidak sampai pada hatinya. Dengan demikian, balasan pahala sebagaimana dijanjikan bagi orang-orang yang beriman tidak sampai kepada orang tersebut. Karena demikian pentingnya mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan akhirat, maka Allah SWT mengingatkan dalam surah Al-Hadid ayat 20.

C. TAFSIR SURAT AL-HADID AYAT 20
AYAT
Menurut Al-Maraghi bahwa ayat tersebut menggambarkan sifat dari kehidupan dunia, diantaranya adalah yang mudah sirna, sebagaimana halnya hujan yang turun dan membelah bumi yang tandus, kemudianberaneka ragam tanaman tumbuh, hijau menguning, menyenangkan petani atau orang yang menanamnya, kemudian tidak lama pohon tersebut menua,layu dan kering kemudian mati.hal ini tidak berarti bahwa seseorang dilarang mencari dan menikmati kehidupan dunia, namun yang dianjurkan agar ia tidak terperdaya hanya mementingkan kehidupan didunia, melupakan akhirat. Kehidupan dunia justru harus dilihatdalam mencari kehidupan akhirat. Hal lain yang perlu dicatat, bahwa jika seseorang hanya memenyingkan kehidupan dunia,maka yang ia dapati hanya kehidupan dunia itu saja. Sedangkan jika ia mementingkan kehidupan akhirat, ia akan mendapatkan dunia dan akhirat, sebab untuk mencapai kebahagiaan hidup diakhirat ia harus mencapai kehidupan dunia. Orang yang bersedekah atau berinfak dijalan allah misalnya ia harus memiliki harta. Demikian pula yang akan menjalankan ibdah haji, juga harus memerlukan harta benda.
Tingkatan kehidupan manusia di dunia dalam hubungannya dengan kehidupan akhirat, maka manusia terbagi menjadi tiga kelompok: kelompok pertama yaitu orang yang melihat dunia ini hanya tempat persinggahan sementara untuk melakukan investasi amal ibadah kebajikan untuk hidup di akhirat. Kelompok ini tidak membenci dunia, bahkan memerlukan dunia (harta) tetapi dunia (harta) tersebut bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai alat. Ia juga memiliki harta, namun tidak sampai terperdaya dan terpesona oleh harta tersebut.
Sedangkan kelompok yang kedua yaitu kelompok yang hampr saja terbuai, terpedaya dan terlena oleh kehidupan dunia, dan hampir saja melupakan akhirat. Pada masa mudanya orang ini gemar mengumpulkan harta benda, berfoya-foya, memperturutkan selera hawa nafsu, dan lupa mengerjakan amal ibadah untuk bekal kehidupan akhirat. Kesadaran akan perlunya bekal kehidupan akhirat baru terjadi menjelang akhir hayatnya di waktu tua. Ia segera bertaubat memohon ampunan kepada allah, diiringi dengan memperbanyak ibadah.
Adapun kelompok yang ketiga adalah mereka yang benar-benar terbuai, terpesona dan tergila-gila oleh harta benda. Hidupnya hanya untuk dunia, memperturutkan hawa nafsu, tanpa sedikitpum memikirkan kehidupan akhirat. Sikap yang seperti itu, ia lakukan sampai ajal (kematian) datang menjemputnya, tanpa ada sedikitpun waktu untuk bertaubat dan memperbaiki perbuatan buruknya.
Allah SWT senagai Yang Maha Pengasih dan Penyayang, mengingatkan kepada makhluk-Nya agar jangan sampai terpedaya oleh kenikmatan dunia yang demikian itu dalam surat Al-Hadid ayat 20.
Adanya kehidupan akhirat dengan berbagai permasalahannya bukanlah termasuk masalah empiris yang dapat diobservasi, melainkan termasuk masalah yang hanya dapat diimani, yaitu mengimani adanya berdasarkan informasi yang diberikan oleh Allah. Atas dasar keyakinan ini, maka untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang kehidupan akhirat harus merujuk kepada informasi yang diberikan Allah di dalam al-Qur’an.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat bahwa keimanan terhadap hari akhirat paling kurang memiliki empat implikasi kependidikan sebagai berikut:
Pertama, implikasi materi atau muatan pendidikan. Yakni bahwa keimanan terhadap hari akhirat merupakan bagian terpenting dari materi pelajaran yang harus diberikan.
Kedua, implikasi materi atau muatan pendidikan akhlak sebagai hasil dari materi pendidikan keimanan. Dengan keimanan yang kuat akan adanya hari akhirat seseorang akan memanfaatkan kehidupannya di dunia ini untuk melakukan amal ibadah dan perbuatan kebajikan yang sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan itu, juga dapat mendorong seseorang untuk menjauhkan perbuatan yang tercela.
Ketiga, implikasi evaluasi pendidikan yang berfungsi untuk melihat hasil pendidikan secara obyektif. Yaitu evaluasi yang didasarkan kepada hasil yang dicapai oleh setiap orang yang menjadi sasaran dalam kegiatan pendidikan.
Keempat, implikasi administrative, yakni bahwa hasil dari proses pendidikan sekecil apapun harus dihitung, dinilai, dan dipadukan secara komprehensif dan dikoleresikan antara satu bagian dengan bagian yang lain, sehingga dapat diketahui hasilnya secara utuh.