Selasa, 24 Juni 2008

TAFSIR SURAT QAF

ASPEK PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG PADA RUKUN IMAN PADA KEHIDUPAN AKHIRAT

(TAFSIR SURAT QAF AYAT 19-23, AL-A’LA AYAT 14-17, DAN AL-HADID AYAT 20)

A. TAFISR SURAT QAF AYAT 19-23
Di dalam tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa ayat-ayat tersebut dikelompokkan bersamaan dalam ayat 16, 17, dan 18 surat Qaf yang menginformasikan bahwa Tuhan mengetahui sesuatu yang bergetar dan tergores dalam hati manusia, dan Tuhan secara rohaniah lebih dekat dengan manusia daripada urat lehernya. Pada ayat tersebut juga dijelaskan bahwa setiap amal perbuatan manusia senantiasa dicatat dua malaikat yang berada di sebelah kanan dan di sebelah kiri.
Dari pengelompokkan tersebut dapat diketahui bahwa ayat 19 hingga 23 surat Qaf tersebut berhubungan dengan pembicaraan di sekitar niat, ucapan dan amal perbuatan manusia yang selalu dipantau oleh Allah melalui malaikat-Nya. Hasil pemantauan tersebut selanjutnya dapat diketahui secara obyektif di akhirat nanti.
Al-Maraghi lebih lanjut mengatakan bahwa ayat yang berbunyi:
AYAT Maksudnya bahwa sakaratul maut yang pada umumnya manusia berusaha keras menghindarinya kini datang juga tanpa dapat dihindari lagi.
Hal demikian sejalan dengan pendapat Ibn Katsir yang mengatakan bahwa ayat dengan ayat tersebut Allah mengingatkan kepada manusia bahwa sakaratul maut itu akan datang dengan pasti, sehingga tidak ada keraguan dan kebimbangan sedikitpun. Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan bahwa ketika maut datang menjemput Rasulullah SAW, beliau mengusap keringat dari wajahnya dan berkata; “subhanallah inna lil mauti lasakaratun”Mahasuci Allah, sesungguhnya sakaratul maut itu ada pada setiap orang yang akan meninggal.
Selanjutnya ayat yang berbunyi AYAT maksudnya adalah bahwa pada saat sangkakala ditiup pada tiupan yang pertama, maka itulah masa yang keadaannya amat dahsyat, yaitu saat di mana Allah menjanjikan balasan siksa bagi orang-orang yang ingkar kepada Allah.
Kemudian ayat yang berbunyi AYAT maksudnya adalah bahwa pada saat manusia datang menghadap Tuhannya disertai malaikat yang mengiringi (Saiq), dan malaikat yang menjadi saksi (syahid). Malaikat ini memberi kesaksian terhadap amal perbuatan yang dilakukan manusia selama masa hidupnya di dunia.
Adapun ayat AYAT menginformasikan bahwa adanya malaikat yang mencatat amal perbuatan manusia, kematian yang akan menjemputnya dan kehidupan akhirat yang akan dijalaninya sering dilupakan. Hal-hal yang dilupakan semasa hidup di dunia ini, pada saat itu tampak jelas terlihat dan disaksikan oleh mata kepalanya sendiri, dan kelupaan tersebut kini sudah tersingkap. Di hari akhirat nanti tidak ada lagi hal-hal yang dapat dilupakan.Hal ini disebabkan karena sifat lupa itu merupakan watak dari jasmani atau fisik.

B. TAFSIR SURAT AL-A’LA AYAT 14-17
AYAT
Di dalam tafsir al-maraghi dijelaskan sebagai berikut aflaha artinya beruntung dan selamat dari siksaan di akhirat; tadzakka artinya bersih dari kotoran dosa yang disebabkan menentang kebenaran dan keras hati. Wadzakara asma rabbih artinya menyebutkan sifat-sifat Allah dalam hati, seperti tentang keagungan dan kehebatan-Nya. Sedangkan fa shalla artinya merendahkan dan menundukan dirinya terhadap segala perintah Allah.
Jiwa yang bersih sebagaiman disebutkan pada ayat tersebut dapat dilakukan dengan keimanan kepada Allah serta menolak kenusyrikan, serta membenarkan terhadap segala yang dibawa oleh Rasulullah SAW disertai amal salih. Sedangkan menyebut nama Allah lalu mengerjakan shalat, maksudnya adalah menghadirkan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan Allah di dalam hati sanubari, kemudian patuh dan tunduk terhadap keagungan dan kehebatannya. Seseorang yang menyebut nama Tuhan-nya dan mengagungkannya di dalam hati, serta takut dari ancamannya kemudian jiwanya penuh dengan rasa takut adalah termasuk orang yang imannya kokoh. Selanjutnya orang yang selalu benar terhadap apa yang dilakukannya, niscaya ia akan mengutamakan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia. Hal yang demikian sejalan dengan pendapat akal yang sehat dan petunjak syara`.
Diketahui bahwa kehidupan akhirat bersifat kekal dan kenikmatannya tidak akan pernah sirna, tidak ada kekurangan dan cacat, sedangkan kehidupan duniawi akan sirna, terkena oleh kerusakan. Barangsiapa yang yang lebih mendahulukan kehidupan duniawi, dan mencintai perhiasan duniawi, berarti orang tersebut tidak membenarkan adanya kehidupan akhirat, atau keimanan orang tersebut tidak dapat melewati ucapannya, dan tidak sampai pada hatinya. Dengan demikian, balasan pahala sebagaimana dijanjikan bagi orang-orang yang beriman tidak sampai kepada orang tersebut. Karena demikian pentingnya mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan akhirat, maka Allah SWT mengingatkan dalam surah Al-Hadid ayat 20.

C. TAFSIR SURAT AL-HADID AYAT 20
AYAT
Menurut Al-Maraghi bahwa ayat tersebut menggambarkan sifat dari kehidupan dunia, diantaranya adalah yang mudah sirna, sebagaimana halnya hujan yang turun dan membelah bumi yang tandus, kemudianberaneka ragam tanaman tumbuh, hijau menguning, menyenangkan petani atau orang yang menanamnya, kemudian tidak lama pohon tersebut menua,layu dan kering kemudian mati.hal ini tidak berarti bahwa seseorang dilarang mencari dan menikmati kehidupan dunia, namun yang dianjurkan agar ia tidak terperdaya hanya mementingkan kehidupan didunia, melupakan akhirat. Kehidupan dunia justru harus dilihatdalam mencari kehidupan akhirat. Hal lain yang perlu dicatat, bahwa jika seseorang hanya memenyingkan kehidupan dunia,maka yang ia dapati hanya kehidupan dunia itu saja. Sedangkan jika ia mementingkan kehidupan akhirat, ia akan mendapatkan dunia dan akhirat, sebab untuk mencapai kebahagiaan hidup diakhirat ia harus mencapai kehidupan dunia. Orang yang bersedekah atau berinfak dijalan allah misalnya ia harus memiliki harta. Demikian pula yang akan menjalankan ibdah haji, juga harus memerlukan harta benda.
Tingkatan kehidupan manusia di dunia dalam hubungannya dengan kehidupan akhirat, maka manusia terbagi menjadi tiga kelompok: kelompok pertama yaitu orang yang melihat dunia ini hanya tempat persinggahan sementara untuk melakukan investasi amal ibadah kebajikan untuk hidup di akhirat. Kelompok ini tidak membenci dunia, bahkan memerlukan dunia (harta) tetapi dunia (harta) tersebut bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai alat. Ia juga memiliki harta, namun tidak sampai terperdaya dan terpesona oleh harta tersebut.
Sedangkan kelompok yang kedua yaitu kelompok yang hampr saja terbuai, terpedaya dan terlena oleh kehidupan dunia, dan hampir saja melupakan akhirat. Pada masa mudanya orang ini gemar mengumpulkan harta benda, berfoya-foya, memperturutkan selera hawa nafsu, dan lupa mengerjakan amal ibadah untuk bekal kehidupan akhirat. Kesadaran akan perlunya bekal kehidupan akhirat baru terjadi menjelang akhir hayatnya di waktu tua. Ia segera bertaubat memohon ampunan kepada allah, diiringi dengan memperbanyak ibadah.
Adapun kelompok yang ketiga adalah mereka yang benar-benar terbuai, terpesona dan tergila-gila oleh harta benda. Hidupnya hanya untuk dunia, memperturutkan hawa nafsu, tanpa sedikitpum memikirkan kehidupan akhirat. Sikap yang seperti itu, ia lakukan sampai ajal (kematian) datang menjemputnya, tanpa ada sedikitpun waktu untuk bertaubat dan memperbaiki perbuatan buruknya.
Allah SWT senagai Yang Maha Pengasih dan Penyayang, mengingatkan kepada makhluk-Nya agar jangan sampai terpedaya oleh kenikmatan dunia yang demikian itu dalam surat Al-Hadid ayat 20.
Adanya kehidupan akhirat dengan berbagai permasalahannya bukanlah termasuk masalah empiris yang dapat diobservasi, melainkan termasuk masalah yang hanya dapat diimani, yaitu mengimani adanya berdasarkan informasi yang diberikan oleh Allah. Atas dasar keyakinan ini, maka untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang kehidupan akhirat harus merujuk kepada informasi yang diberikan Allah di dalam al-Qur’an.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat bahwa keimanan terhadap hari akhirat paling kurang memiliki empat implikasi kependidikan sebagai berikut:
Pertama, implikasi materi atau muatan pendidikan. Yakni bahwa keimanan terhadap hari akhirat merupakan bagian terpenting dari materi pelajaran yang harus diberikan.
Kedua, implikasi materi atau muatan pendidikan akhlak sebagai hasil dari materi pendidikan keimanan. Dengan keimanan yang kuat akan adanya hari akhirat seseorang akan memanfaatkan kehidupannya di dunia ini untuk melakukan amal ibadah dan perbuatan kebajikan yang sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan itu, juga dapat mendorong seseorang untuk menjauhkan perbuatan yang tercela.
Ketiga, implikasi evaluasi pendidikan yang berfungsi untuk melihat hasil pendidikan secara obyektif. Yaitu evaluasi yang didasarkan kepada hasil yang dicapai oleh setiap orang yang menjadi sasaran dalam kegiatan pendidikan.
Keempat, implikasi administrative, yakni bahwa hasil dari proses pendidikan sekecil apapun harus dihitung, dinilai, dan dipadukan secara komprehensif dan dikoleresikan antara satu bagian dengan bagian yang lain, sehingga dapat diketahui hasilnya secara utuh.

Tidak ada komentar: